Baritoutarainfo.com, MUARA TEWEH - Menjelang Pemungutan Suara Ulang (PSU) Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Barito Utara pada 6 Agustus 2025, berbagai elemen masyarakat dan pemerintah bahu-membahu mengusung semangat baru: membangun budaya demokrasi yang bersih, beretika, dan bebas dari praktik politik uang.
Gerakan moral ini dimulai secara simbolis lewat Deklarasi Netralitas dan Desa Anti Politik Uang yang digelar di Muara Teweh pada 23 Juni 2025. Dalam kegiatan yang dihadiri oleh seluruh kepala desa, lurah, unsur Forkopimda, DPRD, Bawaslu, serta awak media tersebut, disampaikan komitmen kuat untuk menolak segala bentuk intervensi dan transaksi politik yang merusak kepercayaan publik.
“Kami siap menjaga integritas proses demokrasi. Tidak ada tempat untuk politik uang di desa kami,” tegas salah satu kepala desa yang turut menandatangani ikrar.
Semangat yang sama mengemuka dalam Rapat Koordinasi Persiapan PSU di Palangka Raya, dua hari setelahnya. Gubernur Kalimantan Tengah, H. Agustiar Sabran, secara lugas meminta seluruh pihak, baik penyelenggara pemilu, tim kampanye, maupun masyarakat, untuk menjaga proses demokrasi dari praktik tidak sehat.
“PSU ini bukan ajang jual beli suara. Jangan ada money politic, jangan ada kampanye hitam. Mari kita jaga marwah demokrasi,” ujar Gubernur dalam rapat yang digelar pada 25 Juni 2025.
Pernyataan tegas dari Gubernur dan gerakan masyarakat ini tidak terlepas dari konteks serius yang melatarbelakangi PSU kali ini. Mahkamah Konstitusi (MK) sebelumnya menemukan bukti adanya praktik politik uang secara terstruktur, sistematis, dan masif pada PSU sebelumnya, yang berlangsung 22 Maret 2025.
Saksi dalam persidangan MK bahkan mengungkap pola distribusi uang kepada pemilih dalam tiga tahap: Rp1 juta pada Desember, Rp5 juta pada Februari, dan Rp10 juta pada Maret—yang jika ditotal mencapai Rp16 hingga Rp25 juta per pemilih. MK menyebut kasus tersebut sebagai preseden buruk dalam sejarah pemilihan kepala daerah dan memutuskan mendiskualifikasi seluruh pasangan calon yang sebelumnya bertarung.
Putusan MK ini sekaligus menjadi titik balik. Dengan jadwal PSU yang dijadwalkan ulang pada 6 Agustus 2025, seluruh pihak kini mengusung harapan baru: menghadirkan proses pemilu yang benar-benar jujur, adil, dan bermartabat.
KPU dan Bawaslu pun telah menyiapkan aturan teknis dan pengawasan berlapis untuk mencegah pelanggaran terulang. Media lokal juga dilibatkan untuk memperkuat kontrol sosial serta menjaga ruang informasi tetap sehat dan bebas hoaks.
Lebih dari sekadar pemungutan suara ulang, PSU ini telah menjadi momentum bersama membangun kesadaran politik yang lebih matang di Barito Utara. Masyarakat tidak lagi sekadar menjadi objek, tetapi tampil sebagai subjek aktif yang turut menentukan kualitas demokrasi di daerahnya.
“Kalau PSU ini sukses tanpa politik uang, kita bisa tunjukkan bahwa Barito Utara mampu jadi contoh demokrasi bersih di Indonesia,” ujar seorang tokoh masyarakat seusai deklarasi.
Kini, tinggal menghitung hari menuju 6 Agustus. Namun yang lebih penting, langkah kolektif menuju demokrasi yang sehat telah dimulai—dan semuanya berakar dari satu komitmen bersama: menolak uang, menjaga suara.